Sepuluh tahun lebih Musa meninggalkan Mesir tanah airnya, sejak ia melarikan diri dari buruan kaum Firaun. Suatu waktu yang cukup lama bagi seseorang dpt bertahan menyimpan rasa rindunya kepada tanah air, tempat tumpah darahnya , walaupun ia tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup di dalam tanah airnya sendiri. Apa lagi seorang seperti Musa yang mempunyai kenang-kenangan hidup yang seronok dan indah selama ia berada di tanah airnya sendiri selaku seorang dari keluarga diraja yang megah dan mewah, maka wajarlah bila ia merindukan Mesir tanah tumpah darahnya dan ingin pulang kembali setelah ia beristerikan Shafura, puteri Syuaib.
Bergegas-gegaslah Musa berserta isterinya mengemaskan barang dan menyediakan kenderaan lalu meminta diri dari orang tuanya dan bertolaklah menuju ke selatan menghindari jalan umum supaya tidak diketahui oleh orang-orang Firaun yang masih mencarinya.
Setibanya di "Thur Sina" tersesatlah Musa kehilangan pedoman dan bingung manakah yang harus ia tempuh. Dalam keadaan demikian terlihatlah oleh dia sinar api yang menyala di atas lereng sebuah bukit. Ia berhenti lalu dan menuju ke arah api itu seraya berkata kepada isterinya: "Tinggallah kamu disini menantiku. Aku pergi melihat api yang menyala di atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat membawa satu berita kepadamu dari tempat api itu atau setidak-tidaknya membawa sesuluh api bagi menghangatkan badanmu yang sedang menggigil kesejukan."
Tatkala Musa sampai ke tempat api itu terdengar oleh dia suara seruan kepadanya datang dari sebatang pohon kayu di pinggir lembah yang sebelah kanannya pada tempat yang diberkahi Allah. Suara seruan yang didengar oleh Musa itu ialah: "Wahai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku ini adalah Allah tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingat akan Aku."
Itulah wahyu yang pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa sebagai tanda kenabiannya, di mana ia telah dinyatakan oleh Allah sebagai rasul dan nabi-Nya yang dipilih Nabi Musa dalam kesempatan bercakap langsung dengan allah di atas bukit Thur Sina itu telah diberi bekal oleh Allah yang Maha Kuasa dua jenis mukjizat sebagai persiapan untuk menghadap kaum Firaun yang sombong dan zalim itu.
Bertanyalah Allah kepada Musa: "Apakah itu yang engkau pegang dengan tangan kananmu hai Musa!" Suatu pertanyaan yang mengadungi erti yang lebih dalam dari apa yang sepintas lalu dapat ditangkap oleh Nabi Musa dengan jawapannya yang sederhana. "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan pdnya dan aku pukul daun dengannya untuk makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula menggunakan tongkatku untuk keperluan-keperluan lain yang penting bagiku."
Maksud dan erti dari pertanyaan Allah yang nampak sederhana itu baru dimegertikan dan diselami oleh Musa setelah Allah memerintahkan kepadanya agar meletakkan tongkat itu di atas tanah, lalu menjelmalah menjadi seekor ular besar yang merayap dengan cepat sehingga menjadikan Musa lari ketakutan. Allah berseru kepadanya: "Peganglah ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan asal."
Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan dipegang oleh Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang ia terima dari Syuaib, mertuanya ketika ia bertolak dari Madyan.
Sebagai mukjizat yang kedua, Allah memerintahkan kepada Musa agar mengepitkan tangannya ke ketiaknya yang nyata setelah dilakukannya perintah itu, tangannya menjadi putih cemerlang tanpa cacat atau penyakit.
No comments:
Post a Comment